(BeritaBisnis) – Ketika otak konsumen tidak melulu rasional, apa yang harus saya lakukan? Dari mana saya harus memulai membangun aspek emosional brand saya?
Begitu pertanyaan yang sering saya dengar ketika mengupas aspek emosional dan psikologis dari perilaku konsumen. Mendalami hal ini selalu menjadi diskusi yang menarik.
Salah satu model yang sering saya gunakan untuk meet the needs exceed expectation dari pelanggan dan atau konsumen adalah rumus SCI RP SL. Kependekan dari creation story, creed, icons, ritual, pagans, sacred words dan leader.
Terjemahan bebasnya, kurang lebih bagaimana sebuah brand dibangun dengan cerita atau kisah kejadian. Ditopang oleh pernyataan sikap atau kredo, diwakili ikon dan simbol, didukung ritual khas yang ada di brand tersebut, untuk melawan orang-orang yang tidak percaya, dengan menggunakan kata-kata suci dibawah kepemimpinan “kepala suku”.
Lah kok jadi mirip suku primitif?
Betul. Pendekatan ini memang diambil dari analogi Patrick Hanlon di buku best seller-nya, Primal Branding. Ketujuhnya dikenal juga dengan nama Primal Code, meniru dunia paleontology untuk menggambarkan silsilah asal-usul manusia.
Model ini berangkat dari tesis bahwa setiap orang memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok, suatu gerakan, suatu sebab yang bersama berjuang menuju suatu titik. Kita nyaman untuk memilih brand yang sejalan dengan kepribadian kita. Brand yang berjuang untuk sesuatu yang kita juga yakini, bukan sebaliknya.
Dengan demikian, creation story adalah yang pertama-tama perlu Anda bangun. Dekatkan brand Anda dengan konsumen yang Anda tuju melalui cerita-cerita seputar mengapa brand Anda ada. Bagaimana brand Anda lahir.
Contoh klasik tentang ini adalah bagaimana Apple terus menerus mengangkat cerita tentang Steve Jobs dan Steve Wozniak yang mengawali usaha mereka dari garasi setelah drop out kuliah.
Atau tentang bagaimana Nike awalnya berada di belakang tim atletik perguruan tinggi tersukses di Amerika. Atau tentang Gatorade yang awalnya adalah minuman eksperimen bagi atlet American Futball, juga di perguruan tinggi.
Bukan hanya sejarahnya sebenarnya, tak kalah penting adalah agar konsumen bisa mengerti bahwa brand Anda ada karena suatu sebab.
Lalu, penting buat konsumen untuk mengelompokkan diri ke dalam suku tertentu. Apakah egaliter dan mendobrak kemapanan seperti AirAsia-kah? Kompetitif dan agresif seperti Nike atau Gatorade-kah?
Semua menggambarkan diri kita dan mendorong kita memilih satu brand dan bukan brand lainnya.
Inilah mengapa tanpa iklan pun Starbucks berjaya membentuk kelompok konsumen yang loyal. Brand loyalis ini sering mengungkapkan bahwa mereka belum ”bangun” tanpa Starbucks.
Dibanding coffee shop lain, barangkali sebenarnya produk mereka sama saja. Yang membedakan adalah bahwa dengan menggenggam Starbucks, tiba-tiba kita menjadi bagian dari komunitas yang aktif, kreatif, muda dan menikmati hidup.
Inilah sebenarnya pesan-pesan yang terus dibangun dibalik cerita tentang sejarah Starbucks yang sejak awal menempatkan diri sebagai tempat ketiga setelah rumah dan kantor.
Lantas, apa cerita brand Anda?
Penulis adalah Brand Builder
Penulis bisa dihubungi di: lbudijarso@gmail.com