(BeritaBisnis) – Pada tahun 2012, Kalstar Aviation memasang target akan menerbangkan 2 juta penumpang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar diharapkan bersumber dari rute penerbangan dari wilayah Kalimantan menuju Malaysia, khususnya ke kota Kuching.
Bukan apa-apa. Kalstar melihat banyak penumpang dari kalangan menengah atas Kalimantan yang pergi ke Kuching untuk alasan berobat. Karena itulah, Kalstar kemudian menambah armada pesawatnya guna mengakomodir jumlah penumpang yang semakin meningkat itu. Singkat cerita, Kalstar bisa meraup keuntungan yang tidak sedikit dari situasi semacam itu.
Jangan tanya berapa besar pendapatan yang bisa diraup oleh rumah sakit-rumah sakit yang beroperasi di Kuching, Malaysia. Sudah pasti lebih besar dari apa yang bisa diperoleh Kalstar.
Diakui atau tidak, persepsi yang muncul di benak kalangan menengah atas di kota-kota di Kalimantan terhadap keberadaan rumah sakit di Kuching adalah selain biayanya yang lebih kompetitif dengan pelayanan layaknya hotel bintang lima, rumah sakit di Kuching pun dikenal andal dalam hal pengobatan dan perawatan. Lebih dari itu, dengan dukungan dokter ahli, bisa sehat pula.
Betul. Tentu saja, tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan hasil menggembirakan. Satu dua pasien pastilah pulang dengan rasa kecewa. Tapi, jika persepsi di atas yang tertanam di benak sebagian besar kalangan menengah atas Kalimantan, kita bisa bilang apa?
Setali tiga uang dengan pasien Indonesia yang menyerbu rumah sakit di Singapura. Mochtar Riady, pendiri Lippo Group, pernah melansir perkiraan bahwa setiap tahunnya tak kurang dari Rp 20 triliun, dana yang dibelanjakan oleh 600 ribu pasien Indonesia di luar negeri. Salah satunya, mereka mengeluarkan biaya berobat yang tidak sedikit di rumah sakit-rumah sakit Singapura.
Kendati belum tentu bisa pulang dengan kondisi sehat, intinya, pasien-pasien yang berangkat ke negeri Singa itu memiliki persepsi yang kurang lebih sama dengan persepsi kalangan menengah atas di Kalimantan. Yang satu memandang bagus layanan rumah sakit di Singapura, sementara yang lain memberikan apresiasi yang tinggi terhadap layanan kesehatan rumah sakit di Kuching, Malaysia.
Jika bisa dipersingkat, maka kata kunci yang memenuhi ruang persepsi para pasien itu, erat kaitannya dengan hal-hal berikut: biaya kompetitif, layanan oke, perlakuan terhadap pasien yang memuaskan, dokter ahli, dan bisa sehat pula.
Sesungguhnya, unsur-unsur penting terbentuknya persepsi di atas, sudah disadari para pemilik dan pengelola rumah sakit swasta di Indonesia. Itu sebabnya, beberapa tahun belakangan ini, jamak melihat rumah sakit-rumah sakit swasta yang mulai bermunculan bak cendawan di musim hujan dibangun dengan standar modern.
Rumah sakit swasta yang kebanyakan dimodali oleh para konglomerat itu dihadirkan dengan ketersediaan dokter ahli yang memadai, layanan kesehatan yang diterapkan dengan dukungan standar manajemen modern, baik melalui kerjasama dengan manajemen rumah sakit luar negeri atau pun mengimpor para ekspat yang kompeten di bidangnya, hingga fasilitas bangunan mewah dengan atmosfer layaknya hotel bintang lima.
Soal biaya, sudah jelas disesuaikan dengan semua fasilitas yang telah tersedia. Tapi, paling tidak, saat berpromosi, rumah sakit swasta tersebut bilang kalau mereka pun bisa kompetitif dengan rumah sakit yang ada di Singapura dan Malaysia.
Ambil contoh, Mayapada Hospital. Rumah sakit yang dimiliki oleh Mayapada Group ini pertama kalinya hadir di perumahan eksklusif Modernland, Tangerang. Sebelumnya, rumah sakit itu dikenal dengan nama RS Honoris. Namun, belakangan diakuisi dengan nilai sekitar Rp 100 miliar dan menjadi rumah sakit pertama dalam naungan Mayapada Group. Secara teknis, operasionalisasi rumah sakit itu berada di bawah kendali PT Sejahteraraya Anugrahjaya, anak usaha Mayapada Group.
Kemudian, rumah sakit yang kedua dihadirkan di wilayah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Mayapada Hospital Lebak Bulus ini dilengkapi dengan layanan kelas bintang lima dan dibangun 11 lantai di atas lahan seluas 3,8 hektar. Luas rumah sakitnya sendiri sekitar 50 ribu meter persegi.
Hebatnya lagi, Mayapada Hospital Lebak Bulus diproyeksikan akan menjadi salah satu bagian dari rencana pembangunan terpadu apartemen, kantor, ritel dan hotel bintang lima yang berada di dalam kawasan 3,8 hektar tersebut.
Ke depan, Mayapada Healthcare Group -badan pengelola bisnis rumah sakit Mayapada Group- akan membangun klinik spesialis dan day surgery di Kelapa Gading, Jakarta Utara, di atas lahan seluas kurang lebih 13 ribu meter persegi. Terakhir adalah rencana pembangunan rumah sakit di kawasan Jakarta Pusat.
Total dana yang pernah dipublikasikan oleh Tahir, Chairman Mayapada Group, untuk membangun Mayapada Hospital Lebak Bulus, klinik spesialis dan day surgery di Kelapa Gading, dan terakhir di Jakarta Pusat adalah sebanyak Rp 1 triliun.
Selain menawarkan jasa dan pelayanan kesehatan dengan teknologi kedokteran mutakhir, Mayapada Healthcare Group menggandeng National Healthcare Group Singapura yang telah lama dikenal sebagai pengelola rumah sakit-rumah sakit ternama di Singapura, seperti National University Hospital, TanTock Seng Hospital, dan John Hopkins Singapura International Medical Center.
Menurut Tahir, pengalaman dan keahlian National Healthcare Group dari Singapura diperlukan dalam hal manajemen rumah sakit.
Dan, mengingat persaingan bisnis rumah sakit yang juga sangat ketat di dalam negeri, Mayapada Healthcare Group pun hadir dengan berbagai center of excellence.
Misal, di Mayapada Hospital Modernland, Mayapada Healthcare Group mengoperasikan pusat ilmu syaraf Tahir Neuroscience Center sejak tahun 2009. Beragam kasus bedah syaraf, seperti tumor otak, sum-sum tulang belakang (medula spinalis), kelainan bawaan (hidrocephalus, meningokel, meningoensefalokel) dan lain sebagainya sudah pernah ditangani oleh Tahir Neuroscience Center.
Selain itu, ada juga Mayapada GastroIntestinal and Liver Center yang merupakan pusat pelayanan kesehatan yang melayani semua keluhan yang berhubungan dengan GastroIntestinal atau saluran pencernaan dan hati. Mayapada Healthcare Group mengklaim bahwa Mayapada Hospital Modernland merupakan rumah sakit pertama di Indonesia yang menyediakan semua fasilitas yang menangani keluhan saluran pencernaan dan hati dalam satu atap.
Mayapada Hospital Modernland juga memiliki Aesthetic Wellness Center yang melayani bedah plastik kosmetik maupun bedah plastik rekonstruksi yang bersifat privasi.
Tak jauh beda, Siloam Hospitals Group pun menawarkan beberapa center of excellence yang dimilikinya untuk menggaet pasien.
Jaringan rumah sakit yang dimiliki oleh Lippo Group ini menghadirkan The Neuroscience Centre di Siloam Hospitals Lippo Village yang ditangani secara langsung oleh neurosurgeon terkemuka Prof. Dr. dr. Eka J Wahjoepramono. Di rumah sakit yang sama juga dioperasikan The Heart Centre. Sedangkan di Siloam Hospitals Kebun Jeruk, Siloam Hospitals Group menawarkan Orthopaedic Centre dan Urology Centre.
Siloam Hospitals Surabaya sendiri sudah mengoperasikan Fertility Centre sejak tahun 1990. Hingga Desember 2010, Fertility Centre tersebut berhasil memfasilitasi 4500 In-Vitro Fertilization cases. Dan, hingga November 2011, Fertility Centre Siloam Hospitals Surabaya berhasil menuntaskan 48,7 persen In-Vitro Fertilization cases yang sesuai dengan standar prosedur ICSI, PESA dan TESE.
Yang terhitung baru diluncurkan, persisnya pada awal tahun 2011, adalah Liver GI Centre. Lokasi center of excellence yang baru ini berada di Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta. Sementara itu, dalam dua tahun terakhir, Siloam Hospitals Group berusaha memperluas dan melengkapi Trauma Centre dengan teknologi mutakhir di masing-masing rumah sakit yang berada di dalam jaringannya.
Hingga awal November 2011, Siloam Hospitals Group secara resmi mengelola dan memiliki 7 rumah sakit, yaitu Siloam Hospitals Lippo Village, Siloam Hospitals Lippo Cikarang, Siloam Hospitals Kebun Jeruk, Siloam Hospitals Surabaya, Siloam Hospitals Jambi, Siloam Hospitals Balikpapan, dan MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta.
Siloam Hospitals Jambi diakuisisi pada November 2010 dan kemudian direnovasi dengan dana tak kurang dari US$ 18 juta. Persis sama dengan Siloam Hospitals Balikpapan. PT Lippo Karawaci Tbk., holding Siloam Hospitals Group, mengambilalih 79,61 persen saham RS Balikpapan Husada dengan nilai investasi mencapai US$ 26 juta dan sebagai pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali, Lippo Karawaci pun mengubah brand rumah sakit itu menjadi Siloam Hospitals Balikpapan.
Hampir bersamaan waktunya, Lippo Karawaci telah melakukan ground breaking (pencanangan batu pertama) rumah sakit baru di Makassar. Alokasi dana yang disiapkan untuk mendirikan rumah sakit baru itu sebanyak US$ 26 juta. Rumah sakit ini ditargetkan akan mampu menjaring sekaligus menjadi pusat pelayanan bagi pasien dari Sulawesi, Maluku, NTT dan Papua.
Bahkan, sebagai perusahaan induk, Lippo Karawaci berencana bakal menambah jumlah rumah sakit menjadi total 25 rumah sakit di dalam jaringan Siloam Hospitals Group.
Bila semuanya lancar dan sesuai dengan perkiraan awal, maka dengan kekuatan 25 rumah sakit yang dimilikinya, Lippo Karawaci berkeinginan untuk meraup pendapatan tahunan sebesar USD 500 juta nantinya. Dari materi publikasi yang disebar ke media, rencana itu diharapkan bisa terealisasi dalam tempo lima tahun ke depan.
Dibanding pebisnis rumah sakit swasta lainnya, hingga saat ini, Lippo Group relatif lebih banyak mengeluarkan jurus saat mempersiapkan ekspansi bisnisnya.
Bagaimana tidak. Masih merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dirinya, Siloam Hospitals Group bergandengan tangan dengan Mochtar Riady Institute of Nanotechnology untuk urusan riset. Sementara untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang akan menjadi eksekutor operasional sehari-hari sebuah rumah sakit, Siloam Hospitals Group memperoleh dukungan seratus persen dari Universitas Pelita Harapan – Medical School and School of Nursing.
Artinya, di tengah persaingan yang super ketat untuk memperebutkan pasokan sumber daya manusia yang handal di pasar bisnis rumah sakit, Siloam Hospitals Group agaknya tidak perlu khawatir bakal mengalami defisit.
Kurang lebih sama halnya juga di sektor riset dan penelitian yang mendukung operasionalisasi rumah sakit dengan standar modern. Mochtar Riady Institute of Nanotechnology yang dibentuk pada tahun 2006, diarahkan untuk mendukung penelitian kanker di Indonesia dengan menggunakan pendekatan genomic maupun roteomic.
Oleh manajemen Siloam Hospitals Group, sinergi atau jalinan kerjasama yang rapi jali semacam itu, disebut sebagai bagian dari Medical Sciences Group. Karena itu pula, tak heran bila kemudian Siloam Hospitals Group mengklaim bahwa dirinya merupakan satu-satunya kelompok rumah sakit yang terintegrasi dengan riset maupun pendidikan.
Perihal akreditasi internasional, Siloam Hospitals Lippo Village adalah salah satu dari dua puluh rumah sakit di kawasan Asia Tenggara yang telah menggenggam akreditasi internasional yang diterbitkan oleh lembaga internasional terkemuka Joint Commission International (JCI) dari Amerika Serikat.
Dengan demikian, rumah sakit itu berhak dan memperoleh ijin resmi untuk menggunakan nama ‘Rumah Sakit Internasional”. Sebuah persyaratan utama yang juga diakui oleh Kementerian Kesehatan RI. Intinya, akreditasi JCI merupakan pengakuan dunia untuk kualitas dan standar pelayanan kesehatan berskala internasional di industrinya.
Ada satu hal yang menarik dari langkah Siloam Hospitals Group di bisnis rumah sakit. Pada awal medio November 2011, berada dekat dengan lokasi berdirinya Siloam Hospitals Lippo Village, Lippo Group secara resmi menghadirkan puskesmas swasta pertama di Indonesia. Disebutkan, puskesmas tersebut lahir berkat kerjasama antara Siloam Hospitals Group dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.
Kemudian, dalam waktu yang tidak lama lagi, Lippo Group juga bakal meresmikan dibukanya rumah sakit umum yang ditujukan untuk kalangan menengah bawah. Lokasi bangunan rumah sakit umum itu pun berada di dalam kawasan Siloam Hospitals Lippo Village.
Jika Mayapada Group berencana menghadirkan lima rumah sakit dan Lippo Group berkeinginan menambah rumah sakit menjadi total 25 rumah sakit, maka Ciputra Group punya cerita sendiri.
Imperium bisnis yang dibangun oleh konglomerat Ciputra itu berambisi ingin menjadi pemilik dari 30 rumah sakit. Dan, lokasi pendirian rumah sakit-rumah sakit itu pun diprioritaskan di lahan kawasan hunian yang sudah dikembangkan oleh Ciputra Grup selama ini.
Hal itu diungkapkan oleh Ciputra sendiri saat dirinya meresmikan Ciputra Hospital di kawasan perumahan Citra Raya, Cikupa, Tangerang. Seperti diketahui, Citra Raya adalah perumahan yang dibangun oleh Ciputra Grup di Cikupa, Tangerang.
Berdiri dengan luas bangunan 10 ribu meter persegi, biaya pembangunan rumah sakit pertama yang dimiliki oleh Ciputra Group itu mencapai Rp 120 miliar. Ciputra Hospital Citra Raya terdiri dari 4 lantai serta memiliki 120 tempat tidur. Selebihnya adalah fasilitas poliklinik, medical check up, dan unit gawat darurat. Plus fasilitas radiologi, laboratorium, farmasi, fisoterapi dan lain-lain.
Menurut keterangan resmi Ciputra Group, daya tampung 120 tempat tidur hanyalah bagian awal yang bisa dikembangkan kemudian. Terutama bila melihat antusiasme pasien dan calon pasien yang berdomisili di hunian Citra Raya maupun daerah sekitarnya. Untuk itu, pihak Ciputra Group bakal mengevaluasi kinerjanya dalam rentang waktu dua tahun sejak pertama kali dibuka.
Tapi, yang pasti, pada tahun 2012, Ciputra Group sudah merancang business plan tiga rumah sakit baru dengan nilai investasi mendekati Rp 500 miliar. Bersamaan dengan itu, menggelar studi kelayakan di Jakarta, Makassar, Palembang, Menado dan Surabaya. Kalau memang cocok dengan business plan yang telah disusun, maka akan terpilih tiga dari lima kota yang disurvei sebagai lokasi pembangunan rumah sakit.
Pada waktu mendeklarasikan keinginan membangun 30 rumah sakit, Ciputra memang secara tegas menyatakan bahwa alasan utama kelompok bisnisnya terjun ke bisnis rumah sakit sejatinya didasari niat untuk menyempurnakan perjalanan imperium bisnisnya selama ini. Atau dengan kata lain, pihaknya tak ingin mengabaikan misi sosial yang diemban rumah sakit. Pemikiran yang sama yang juga disadari oleh Mayapada Group dan Lippo Group.
Namun, jika menimbang potensi keuntungan yang bisa diraih dari bisnis rumah sakit, alasan itu mungkin tidak sepenuhnya dominan. Laba dari hasil usaha rumah sakit tetaplah menjadi pertimbangan yang tidak bisa disepelekan.
Berapa sebenarnya nilai bisnis rumah sakit? Berapa besar keuntungan yang bisa diraih?
Penyataan Mochtar Riady di atas yang menyebutkan bahwa tak kurang dari Rp 20 triliun dibelanjakan oleh kurang lebih 600 ribu pasien Indonesia di rumah sakit luar negeri setiap tahunnya, tentulah bisa dijadikan sebagai satu acuan.
Katakanlah, hanya separuh dari jumlah tersebut yang benar-benar faktual, angka itu pastilah sangat menggoda bagi siapa pun. Karena itu, dengan bangunan modern dan ketersediaan dokter ahli sekaligus kenyamanan layaknya hotel bintang lima, para pebisnis bermodal besar berlomba-lomba ingin menggaet mereka.
Uniknya lagi adalah konsumen bisa menahan diri untuk membeli rumah atau menambah mobil di garasi rumahnya. Tapi, kalau untuk urusan kesehatan, siapa yang bisa menunggu? Bisnis apa yang dapat menandingi bisnis rumah sakit, kalau kain kassa yang dibeli dalam partai besar dan kemudian diolah menjadi gulungan-gulungan kecil, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi, dan kemudian pasien tidak bisa menghindar?
Jelas, rumah sakit adalah bisnis yang menguntungkan. Ya, itu tadi, sakit harus segera diobati, apalagi jika penyakit yang diderita pasien tergolong dalam kategori yang memerlukan terapi penyembuhan yang rumit dan kompleks. Sudah dapat dipastikan si pasien harus mengeluarkan biaya yang sangat besar.
Singkat cerita, bisnis rumah sakit memang sangat menguntungkan bahkan bisa diandalkan menjadi pendapatan yang berkesinambungan.
Mari ambil contoh Siloam Hospitals Group yang dimiliki Lippo Karawaci. Dari laporan keuangan kuartal ketiganya pada tahun ini atau hingga akhir September 2011, perusahaan terbuka itu menyatakan bahwa total pendapatan unit bisnis kesehatannya itu (Siloam Hospitals Group) mencapai Rp 892 miliar yang bersumber dari pos pasien rawat jalan maupun rawat inap. Total pendapatan itu meningkat 18 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Bagaimana dengan Mayapada Hospitals? Dari laporan keuangan PT Sejahteraraya Anugrahjaya, anak usaha Mayapada Group di bisnis rumah sakit, tercatat bahwa pendapatan bersihnya mencapai Rp 81,7 miliar hingga akhir Juni 2011. Angka ini mengalami kenaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp Rp 68,3 miliar. Dari jumlah Rp 81,7 miliar tersebut, pos obat-obatan menjadi pos yang memberikan sumbangan terbesar terhadap total pendapatan bersih Mayapada Hospitals.
Ciputra Group tentu saja belum bisa bercerita banyak, berhubung imperium bisnis milik Ciputra itu baru saja merilis dan mengoperasikan satu rumah sakit di Citra Raya, Cikupa, Tangerang. Tapi, nanti, jika 30 rumah sakitnya sudah beroperasi, kisahnya di bisnis yang satu ini kemungkinan besar akan lebih berwarna.