Justru sebaliknya yang terjadi. Para pebisnis es krim tampak aktif melansir beragam varian rasa baru, termasuk merancang ulang logonya. Maklumlah, potensi fulus yang bisa diraup di ranah bisnis ini terbilang cukup menggiurkan, yakni rata-rata lebih dari Rp 4 triliun per tahun.
Dan, asal tahu saja, estimasi nilai pasar tersebut hanya bersumber dari saluran penjualan modern (modern trade) selama satu tahun. Artinya, jika digabung dengan proyeksi nilai pasar yang berasal dari traditional trade, tak pelak bisnis es krim memang patut untuk digarap secara serius.
Yang terbaru, PT Campina Ice Cream Industry -produsen es krim Campina- bahkan secara resmi memperkenalkan logo baru es krim merek Campina.
Kata Samudera Prawirawidjaja, Direktur Campina Ice Cream Industry, kehadiran logo anyar itu sejatinya erat kaitannya dengan penyesuaian gaya hidup konsumen saat ini.
Di sisi lain, Campina Ice Cream Industry pun disebut selalu konsisten untuk melansir berbagai varian rasa dan bentuk baru dari es krim besutannya. Paling tidak, perusahaan yang berbasis di Surabaya, ini mampu merilis lima hingga enam varian rasa anyar per tahunnya.
Campina Ice Cream Industry mengklaim, seiring hadirnya logo baru tadi, pihaknya optimistis penjualan bakal tumbuh sebesar 20 persen sampai akhir medio Desember mendatang.
Perlu diketahui, hingga saat ini, Campina Ice Cream Industry menawarkan produk es krim dengan beberapa merek dagang, antara lain, Campina dan Concerto yang khusus mengincar segmen remaja.
Pada pertengahan November 2014 misalnya, Campina Ice Cream Industry diketahui memperkenalkan dua varian rasa baru dari merek Concerto Bold, yakni Choco Brownie (es krim cone cokelat) dan Milky Berry (es krim cone vanila).
Dalam catatan Berita-Bisnis, Campina Ice Cream Industry mengincar penjualan sebanyak Rp 650 miliar pada dua tahun silam, atau naik sebesar 25 persen bila dibandingkan dengan realisasi penjualan tahun sebelumnya.
Di saat yang sama, total produksi es krim Campina Ice Cream Industry tercatat mencapai tujuh juta sampai delapan juta liter per tahun.
Masih dalam kurun waktu yang sama pula, wilayah pemasaran yang menjadi andalan penjualan adalah Jabodetabek dengan kontribusi sebesar 40 persen hingga 45 persen. Setelah itu, Jawa Timur dengan andil sebanyak 30 persen. (BB/as/Christov)