(Berita-Bisnis) – Dengan alasan dianggap bertanggung jawab atas kerusakan hutan di Indonesia, khususnya di Sumatera, delapan peritel besar di Amerika Serikat, secara bersama-sama menolak menjual produk tisu merek Paseo dan Livi yang diproduksi oleh Asia Pulp & Paper (APP), medio Februari lalu.
Para peritel itu adalah Brookshire Grocery Company, BI-LO, Delhaize Group, Harris Teeter, Kmart, Kroger, Weis Markets, dan SUPERVALU.
Sekedar informasi, aksi penolakan massal itu bisa terjadi karena campur tangan organisasi lingkungan WWF. Kata WWF dalam kampanye Don’t Flush Tiger Forests: Toilet Paper, U.S. Supermarkets, and the Destruction of Indonesia’s Last Tiger Habitats, APP adalah produsen tisu kelima terbesar di dunia yang produksinya berasal dari perusakan hutan di Sumatera yang dibutuhkan sebagai habitat bagi spesies yang terancam punah seperti harimau, gajah, dan orang utan.
Bersamaan dengan itu, WWF juga memberikan tiga rekomendasi. Pertama, APP diminta berhenti membuka hutan di Indonesia. Kedua, berhenti memproduksi bubur kertas dan kertas atau membangun pabrik kertas yang baru sampai ada perkebunan yang memasok kebutuhan mereka sehingga serat dari hutan tidak lagi dibutuhkan. Dan, yang ketiga adalah agar APP bekerja sama dengan lembaga sosial independen dari Indonesia yang bisa memonitor kondisi kehutanan dan bertugas mempubliksasikan temuan mereka ke publik.
Hasilnya -berkaitan langsung ataupun tidak langsung- APP memutuskan untuk menghentikan sementara pembukaan lahan hutan alam milik perusahaan seluas 600 ribu hektar mulai 1 Juni silam.
Menurut Aida Greenbury, Managing Director Sustainability APP, alasan penghentian produksi kayu dari areal hutan tersebut disebabkan karena anak usaha Sinar Mas Group itu ingin memetakan lahan konservasi tinggi dalam prinsip hutan bernilai konservasi tinggi alias high conservation value forest (HCVF).
Masih menurut Aida Greenbury, program di atas sudah direncanakan sejak akhir tahun 2011. Itu sebabnya, dipastikan tidak bakal mengganggu produksi dan kinerja APP. Di sisi lain, program HCVF pun adalah upaya APP untuk mengembangkan bisnis pulp dan paper-nya secara berkelanjutan.
Intinya, lewat program di atas, APP ingin memberikan kepastian kepada para pelanggan bahwa produk kertasnya dihasilkan lewat usaha yang baik sekaligus menanggapi isu-isu kritis dari dunia internasional terkait perusakan lingkungan dan alam.
Dalam konteks yang berbeda, nama Sinar Mas Group pun sempat menjadi bahan pembicaraan yang kurang sedap, beberapa waktu sebelumnya. Hal itu bisa terjadi gara-gara penemuan kupon undian “Tarik Tissuenya, Asyik Hadiahnya” yang disebut merupakan program yang diselenggarakan oleh Sinar Mas Group, produsen tisu merek Paseo, Nice, dan Jolly.
Di kupon undian itu tertera tulisan “SELAMAT!!! ANDA MENDAPATKAN HADIAH UTAMA 1 UNIT MOBIL NISSAN MARCH”. Padahal, jelas-jelas kupon tersebut merupakan upaya penipuan kepada para konsumen. Untunglah, peringatan untuk waspada terhadap kupon semacam itu segera bersiliweran di dunia maya maupun via sarana komunikasi yang lain.
Baik nama APP maupun Sinar Mas Group sendiri, bisa dibilang tak pernah sepi dari berbagai isu, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan dan perusakan alam. Contohnya adalah aksi boikot yang dilancarkan oleh delapan peritel besar di Amerika Serikat tadi. Meski demkian, sampai saat ini, laju armada bisnis Sinar Mas Group di bisnis tisu tampaknya tidak begitu terganggu.
Terlepas dari “persoalan” di atas, sampai medio September tiga tahun lalu, melalui empat anak usahanya yang bergerak di industri pulp dan kertas (PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk., PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk., PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry), Sinar Mas Group tercatat telah berhasil memproduksi 132 ribu ton tisu.
Setahun kemudian, di tengah potensi pasar tisu di manca negara, tisu buatan Sinar Mas Group banyak diburu konsumen luar negeri, khususnya di pasar Australia, Jepang, dan Amerika Serikat.
Memang, tisu yang beredar di pasar ekspor tidak menggunakan merek yang dimiliki Sinar Mas Group. Namun, karena meningkatnya permintaan terhadap tisu dalam bentuk gulungan tanpa merek itu, jumlah produksi tisu Sinar Mas Group pun merangkak naik sebesar 30 persen atau berada di kisaran 170 ribu ton.
Ambil contoh, salah satu anak usaha Sinar Mas Group yaitu Pindo Deli Pulp & Paper Mills. Tahun lalu, eksportir carbonnes terbesar di dunia ini tercatat telah sukses mengekspor produknya ke lebih dari 100 negara, termasuk tisu.
Dari kapasitas produksi 1 juta ton per tahun, sekitar 55 persen diekspor dan sisanya diserap oleh pasar domestik. Khusus untuk tisu, Pindo Deli Pulp & Paper Mills tercatat memproduksi kurang lebih 3200 ton dengan berbagai merek seperti Paseo dan Nice.
Dengan jumlah produksi yang hampir mendekati, PT Graha Kerindo Utama pun telah berhasil memproduksi tisu dengan merek tisu Tessa, Multi, dan Dinasti sebanyak 2.800 ton per bulan pada tahun 2010 atau meningkat sebanyak 40 persen ketimbang tahun 2009.
Anak usaha Kelompok Kompas Gramedia ini menghadirkan tisu Tessa dalam ukuran yang standar. Adapun tisu Multi ditawarkan dalam ukuran yang lebih kecil. Sedangkan, tisu Dinasti diarahkan untuk menyasar segmen yang lebih atas.
Dari dua pabriknya yang berlokasi di Cibitung dan Cikampek, Graha Kerindo Utama juga mengekspor 600 ton kertas tisu ke Malaysia, Selandia Baru, Australia, dan kawasan Timur Tengah.
Graha Kerindo Utama mengklaim menguasai kurang lebih 40 persen bisnis tisu di pasar domestik, hingga saat ini. Sedangkan, kalau bicara merek, tisu Tessa keluaran Graha Kerindo Utama disebutkan telah mampu menggenggam 25 persen pangsa pasar tisu di Indonesia.
Jika dilihat sepintas, Sinar Mas Group dan Kelompok Kompas Gramedia-lah yang agaknya menguasai bisnis tisu, minimal dari total produksi per tahun, sampai saat ini. (BB/dbs/Christov)