(Berita-Bisnis) – Hari itu, Minggu, 12 Februari lalu, Lapangan Gasibu Bandung penuh sesak dengan warga Bandung dan sekitarnya. Tak kurang dari 25 ribu jiwa tumpah ruah. Hadir pula selebriti Teuku Wisnu dan istri Walikota Bandung. Mereka bersama-sama memeriahkan kampanye Aksi Satu Tutup Botol yang digelar oleh Rinso, brand deterjen keluaran PT Unilever Indonesia Tbk.
Ketika itu, Rinso pun melangsungkan aksi demo cuci massal. Dan, di tengah riuhnya acara, Rinso dikomunikasikan dengan apik. Intinya, hanya dengan satu tutup botol takaran 35 mililiter, maka satu kali pencucian bisa digunakan untuk 20 potong pakaian alias tidak boros. Adapun kehadiran Teuku Wisnu tak lepas dari perannya sebagai brand ambassador Rinso.
Bagi Unilever Indonesia, brand activation semacam itu sejatinya bukanlah hal baru. Kalau mau jujur, sebagian besar brand activation yang mewarnai dinamika dunia bisnis Indonesia kelihatannya berasal dari unit usaha Unilever Plc., produsen barang konsumsi global itu.
Coba tengok data yang disampaikan Sancoyo Antarikso, Corporate Secretary Unilever Indonesia, belum lama ini. Menurutnya, dana yang dikucurkan untuk membiayai promosi dan iklan semua produk Unilever Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai Rp 3,34 triliun.
Bila dikomparasikan dengan belanja promosi dan iklan tahun sebelumnya, angka tersebut mengalami peningkatan sebanyak 18 persen. Bagaimana dengan tahun ini? Besar kemungkinan merangkak naik. Maklumlah, banyak produk dan varian baru yang dirilis belakangan ini.
Asal tahu saja, dana sebesar Rp 3,34 triliun itu digunakan untuk memacu penjualan produk-produk Unilever Indonesia, seperti Rinso cair, Citra sabun batangan, Vaseline Men, Pond’s Gold Radiance, Sunsilk, dan Magnum Ice Cream yang sebelumnya telah diluncurkan pada tahun 2010.
Dengan dorongan dana sebesar itu pula, maka penjualan Unilever Indonesia pada tahun lalu bisa mencapai Rp 23,46 triliun alias meningkat 19 persen ketimbang penjualan tahun 2010. Nah, Aksi Satu Tutup Botol yang dilangsungkan di Gasibu tadi, sudah pasti punya tujuan untuk meningkatkan penjualan produk deterjen Rinso.
Cuma sayang, belum ada data akurat perihal besaran dana promosi dan iklan yang dialokasikan untuk tahun 2012. Akan tetapi, terlepas dari persoalan itu, lewat brand activation-nya, Rinso tampaknya mengincar potensi pertumbuhan deterjen yang meningkat pada tahun ini.
Dua tahun lalu, pasar deterjen nasional (bubuk dan krim) diperkirakan telah mencapai Rp 9 triliun. Setahun kemudian, mengembang menjadi Rp 9,54 triliun atau bertumbuh sebesar 6 persen. Proyeksi yang sama diharapkan bakal terealisasi pada tahun 2012. Artinya, nilai bisnis deterjen secara nasional diprediksi hampir menyentuh -atau malah melewati- angka Rp 10 triliun pada tahun ini.
Siapa yang tidak tergiur? Jelas, angka itu menjadi rebutan bagi banyak pihak. Karena itulah, selain Unilever Indonesia yang menjajakan Rinso, Surf, Omo, Superbusa, dan Sunlight, pentas bisnis deterjen nasional juga diramaikan dengan kehadiran PT Sayap Mas Utama atau yang lebih populer dengan julukan Wings Group.
Yang disebut terakhir ini sejatinya adalah nama yang disegani di bisnis deterjen. Buktinya, ketika nilai bisnis deterjen mencapai Rp 9,54 triliun pada tahun lalu, Wings Group tercatat telah menguasai kurang lebih 61 persen pangsa pasar deterjen lewat penetrasi Wings, Ekonomi, Daia, So Klin, Ekstra Aktif, dan Cemerlang. Kondisi yang hampir sama berlaku juga setahun sebelumnya (2010).
Malah, ketika krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998, prestasi Daia tampak sangat berkilau hingga mampu menguasai lebih dari 30 persen pangsa pasar deterjen bubuk. Daia melejit gara-gara harga deterjen lain melambung pada saat itu.
Bagaimana dengan Unilever Indonesia? Ketika Wings Group menggenggam 61 persen pangsa pasar, Unilever Indonesia disebutkan berada di posisi kedua. Persisnya, sekitar 34 persen pada tahun 2011.
Di luar itu, tersebutlah nama PT Kao Indonesia yang merilis deterjen Attack dan Dino, PT Sinar Antjol dengan merek B-29, dan PT Jayabaya Raya yang menjual deterjen merek Suroboyo. Ketiganya, bersama-sama kebagian porsi kurang lebih sebesar 5 persen.
Diperkirakan, posisi itu tidak akan banyak bergeser di masa mendatang, paling tidak 2 atau 3 tahun mendatang. Bahkan, bisa jadi hingga 10 tahun kemudian. Pasalnya, melalui anak usahanya PT Unggul Indah Cahaya, Wings Group memiliki pabrik bahan baku deterjen berupa alkylbenzene yang terbesar di kawasan Asia Pasifik. Pabrik bahan baku deterjen itu memiliki kapasitas terpasang lebih dari 200 ribu metrik ton per tahun.
Bersamaan dengan itu, lewat kongsi dengan kelompok usaha lain, Wings Group juga mempunyai Ecogreen Oleochemicals yang merupakan produsen bahan baku deterjen, sabun, dan body care dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun. Artinya, amunisi Wings Group untuk menguasai bisnis deterjen memang seolah tiada batas. (BB/dbs/Christov)