
(Berita-Bisnis) – Medio Mei lalu, Buavita membeberkan sebuah fakta. Tingkat konsumsi buah atau sayur di negara berkembang seperti Indonesia, terbilang rendah bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Konsumsi buah atau sayur masyarakat Indonesia sebatas 1 hingga 2 porsi per hari.
Sementara, total porsi yang diperlukan oleh tubuh minimal 7 sampai 15 porsi buah dalam sehari. Lebih dari itu, sebanyak 6 dari 10 orang Indonesia tercatat tidak mengkonsumsi buah-buahan yang cukup.
Karena itulah, brand minuman sari buah yang dibesut oleh PT Unilever Indonesia Tbk. ini, kemudian merilis program edukasi bertajuk Temukan 1001 Manfaat Buah. Buavita berharap, dengan kampanye di atas, semua lapisan masyarakat Indonesia mau mengadopsi gaya hidup sehat dengan memperbanyak konsumsi buah.
Oleh Buavita, edukasi Temukan 1001 Manfaat Buah lantas diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan. Salah satunya adalah brand activation dengan judul Frutarian Library Office to Office. Selain itu, Buavita juga menggunakan social media untuk menyebarluaskan program edukasinya.
Misal di facebook, Temukan 1001 Manfaat Buah bisa diakses di www.facebook.com/frutarianID. Di laman itu, Buavita menghadirkan 1001 kebaikan buah, baik dalam bentuk video, info produk Buavita, maupun berbagai hal interaktif dan edukatif lainnya. Adapun di twitter, bisa di-follow di akun @frutarianID.
Memang, sampai saat ini, belum ketahuan secara persis hasil yang dipetik oleh Buavita dari penyelenggaraan kampanye Temukan 1001 Manfaat Buah. Justru yang tampak kasat mata adalah ketika program itu mulai diperkenalkan ke publik, Unilever Indonesia sekaligus juga menghadirkan varian baru Buavita, yaitu Buavita Anggur.
Produk anyar itu diklaim dibuat melalui buah anggur asli yang diproses secara higienis. Dengan kehadiran varian baru itu, Buavita kini memiliki setidaknya 5 varian, yakni rasa apel, mangga, jeruk, jambu, dan anggur.
Peluncuran Buavita Anggur tentulah bukan tanpa sebab. Selain ingin meningkatkan performa segmen makanan dan es krim-nya (sekedar informasi: komposisi pendapatan Unilever Indonesia bersumber dari segmen perawatan rumah tangga dan perawatan tubuh serta segmen makanan dan es krim), Unilever Indonesia tampaknya juga sedang berusaha menangkap peluang yang lebih besar dari bisnis minuman sari buah.
Bagaimana tidak. Dari data yang dikumpulkan oleh Berita-Bisnis, tren peningkatan konsumsi minuman sari buah di Indonesia belakangan mulai kelihatan terbentuk. Paling tidak dari tahun 2004 hingga tahun 2009. Memang benar, tren itu belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimal seperti yang diungkapkan oleh hasil temuan Buavita di atas.
Meski demikian, toh garis grafik konsumsi minuman sari buah yang semakin menjulang ke atas tetap saja merupakan kabar baik bagi para pebisnis minuman sari buah di Indonesia. Dalam rentang waktu lima tahun, yaitu dari tahun 2004 hingga tahun 2009, tingkat konsumsi minuman sari buah disebutkan bertumbuh sebesar 4,9 persen rata-rata per tahun.
Dalam hal besaran volume, itu berarti dari 62 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 79 ribu ton pada tahun 2009. Jika informasi itu kemudian “dibaca” dalam hitungan per kapita, maka ia bermakna seperti berikut: 290 gram per kapita per tahun (2004) menjadi 350 gram per kapita per tahun (2009).
Pada tahap berikutnya, kondisi ini otomatis mendorong peningkatan produksi minuman sari buah itu sendiri. Buktinya, masih dalam jangka waktu yang sama (2004-2009), rata-rata produksi minuman sari buah per tahun bertumbuh menjadi sebesar 4 persen. Setahun sesudahnya (2010), diperkirakan telah melewati angka 100 ribu ton. Bila dinominalkan, maka nilai produksi minuman sari buah dikabarkan telah mencapai Rp 524 miliar pada tahun 2010.
Tahun lalu, Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia menyebutkan bahwa pada tahun itu pertumbuhan industri minuman ringan secara keseluruhan di Indonesia diperkirakan telah mencapai 17 sampai 18 persen. Adapun minuman sari buah -yang menjadi sub bagian dari industri minuman ringan- turut serta mengalami pertumbuhan yang menggembirakan.
Situasi yang kurang lebih sama diproyeksikan bisa terealisasi pada tahun ini. Selain karena semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap kegunaan minuman sari buah, perkiraan optimis itu juga didorong oleh banyak faktor.
Salah satunya adalah gencarnya promosi yang dilakukan oleh para produsen. Di samping itu, perluasan jalur distribusi, pengembangan kemasan produk, peluncuran produk baru hingga implementasi program-program edukasi intensif yang digelar para pebisnis minuman sari buah.
Ada kajian menarik yang disajikan oleh Frontier Consulting Group. Dari hasil riset yang dilakukan pada akhir tahun 2011, Frontier Consulting Group mencatat bahwa penetrasi minuman sari buah dalam kemasan mencapai 80,9 persen. Artinya, 8 dari 10 orang yang disurvei telah mengkonsumsi minuman sari buah dalam kemasan dalam sebulan terakhir. Dan, tingkat penetrasi tertinggi berlangsung di Bandung. Sedangkan, Jakarta dan Surabaya menyusul di posisi kedua serta ketiga.
Beranjak dari data itu, sebuah pendapat kemudian memperkirakan dengan optimis bahwa nilai bisnis minuman sari buah pada tahun ini ditaksir bakal melampaui angka Rp 600 miliar, bahkan bisa lebih.
So, siapa saja yang terjun ke bisnis ini? Fakta membuktikan beragam merek minuman sari buah tersedia di pasar modern maupun pasar tradisional, saat ini. Mulai dari brand yang dijajakan oleh perusahaan ternama seperti Buavita hingga merek minuman sari buah yang diproduksi oleh industri rumahan.
Dan, jangan kaget, kalangan perguruan tinggi pun ikut terlibat di bisnis ini. Tahun 2009, dengan menggandeng PT Buana Citra Vista, Politeknik Negeri Malang (Polinema) meluncurkan pusat produksi minuman sari buah. Merujuk ke rencana yang pernah disampaikan ke media, Buana Citra Vista berencana memproduksi 1200 botol dan 5 ribu cup per jam minuman sari buah untuk tahap pertama, waktu itu. Sayang, hingga sekarang, tidak ada kabar pasti mengenai produksi Polinema itu.
Masih menurut data yang disampaikan oleh Frontier Consulting Group, berdasarkan riset Top Brand-nya ketika itu, ada lima merek yang bertengger di posisi lima teratas. Kelima merek itu adalah Buavita, Ale-Ale, ABC, Frutang, dan Nutrijeruk.
Frontier Consulting Group juga mencatat kalau tiga merek minuman sari buah dalam kemasan (Buavita, Frutang, ABC) bersaing secara ketat selama tujuh tahun terakhir. Khusus untuk Ale-Ale yang diproduksi oleh Wings Group itu, Frontier Consulting Group bahkan memberikan perhatian khusus. Katanya, dengan penerapan strategi komunikasi yang besar-besaran, Ale-Ale mampu membangun serta meningkatkan tingkat awareness-nya dalam tempo relatif cepat.
Oh ya, tiga tahun silam, dengan menggenggam market share kurang lebih 30 persen, Buavita tercatat berada di peringkat pertama bisnis minuman sari buah di Indonesia. Setelah itu, Frutang yang dirilis oleh PT Tang Mas (2 Tang Group) dengan pangsa pasar sebanyak 25 persen. Tak jauh berbeda dengan Frutang, ada Ale-Ale, ABC, dan Minute Maid Pulpy Orange yang diluncurkan PT Coca Cola Indonesia.
Adapun Country Choice milik Sosro Group menyusul kemudian diikuti Kalbe Farma Group yang mengandalkan merek Tipco. Bagaimana dengan tahun ini dan dua tiga tahun mendatang? Agaknya posisi tidak akan banyak berubah. Buavita, Frutang, dan Ale-ale kelihatannya akan tetap nyaman di tiga peringkat teratas. (BB/dbs/Christov)