
(Berita-Bisnis) – Kabar yang menggembirakan datang dari Euis Saedah. Kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian itu, pihaknya akan mendorong percepatan IKM masuk ke wilayah industri, misalnya di kawasan industri Jababeka.
Atau dengan kata lain, Kementerian Perindustrian bakal berusaha membantu agar unit produksi IKM bisa eksis di kawasan industri. Untuk itu, Kementerian Perindustrian ingin merancang semacam subsidi pembelian lahan industri untuk IKM.
Contohnya, begitu menurut Euis Saedah, Jababeka memberikan diskon 35 persen, Kemenperin 35 persen, kemudian dari IKM sendiri menyumbang sebesar 30 persen. Jika komposisi pembelian lahan seperti itu bisa terlaksana, maka Euis Saedah optimis jumlah IKM yang beroperasi di kawasan industri semacam Jababeka bakal semakin banyak.
Cuma, dibutuhkan kesabaran terlebih dahulu. Pasalnya, rencana itu masih dalam tahap negosiasi dengan manajemen Jababeka. Meski demikian, toh niat itu perlu disambut dengan baik. Paling tidak, ada upaya serius dari Kementerian Perindustrian untuk membantu IKM.
Bagi Jababeka sendiri, “keuntungan” yang bisa dipetik adalah dikenal sebagai kawasan industri pertama dalam mengimplementasikan rencana tersebut. Dan, kiranya tak berlebihan pula jika mengatakan, intangible asset semacam ini akan sangat berguna bagi strategi marketing dan promosinya di kemudian hari.
Lebih dari itu, berbekal modal tersebut, dapat dibayangkan kawasan industri bernama Cikarang Industrial Estate Jababeka yang dimiliki oleh PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. itu, bisa menampilkan dirinya sedemikian rupa di berbagai iklan atau advetorial yang diterbitkan nanti.
Asal tahu saja, sampai akhir September 2011, Jababeka tercatat memiliki stok lahan seluas 600 hektar yang tersebar di sekitar Cikarang, Jawa Barat. Di saat yang sama, total landbank-nya yang terhitung matang tak kurang dari 400 hektar.
Jababeka hanyalah satu dari sekian banyak pebisnis yang memiliki sekaligus mengelola lahan kawasan industri di kawasan Cikarang khususnya dan di Jawa Barat pada umumnya. Menurut data tahun 2007-2008 yang pernah dilansir Kementerian Perindustrian, ada 23 pelaku bisnis yang menguasai lahan industri di Jawa Barat.
Contohnya -selain Jababeka yang menguasai 1.570 hektar- adalah PT Karawang Jabar Industrial Estate yang mengelola Karawang Jabar Industrial Estate yang direncanakan seluas 506 hektar. Atau, PT Besland Pertiwi dan PT Indotaisei Indah Development yang mengelola 1.300 hektar lahan Kawasan Industri Kota Bukit Indah yang berlokasi di Purwakarta.
Ada juga PT Surya Cipta Swadaya yang menghadirkan Surya Cipta City of Industry seluas 1.400 hektar di Karawang. Plus PT Megapolis Manunggal Industrial Development -patungan Marubeni Corporation Japan dan Argo Manunggal Group- yang meluncurkan MM 2100 Industrial Town seluas 1.200 hektar di kawasan Bekasi.
Total jenderal, ke-23 pebisnis tadi menguasai 11.041 hektar lebih lahan industri di Jawa Barat. Masih menurut data yang sama, tiga besar pebisnis lahan industri di Jawa Barat saat itu adalah Jababeka seluas 1.570 hektar, Surya Cipta Swadaya seluas 1.400 hektar, dan Besland Pertiwi serta Indotaisei Indah Development seluas 1.300 hektar.
Bagaimana dengan kondisi saat ini?
Kenyataan di lapangan ternyata jauh berubah. Sampai awal tahun lalu, luas lahan Jababeka misalnya telah mencapai 5.600 hektar. Dari jumlah itu, sekitar 4.600 hektar lahan sudah dibangun. Isinya, mulai dari pabrik, hunian, rumah sakit, mal, ruko, hotel, kondominium, ladang golf, serta sekolah dan universitas.
Dan, khusus untuk lahan industri, telah beroperasi sekitar 1.500 pabrik di Jababeka yang berasal dari 29 negara.
Di sisi lain, dengan luas lahan sekitar 3 ribu hektar, PT Lippo Cikarang Tbk. -anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk.- pun ikut menyediakan lahan untuk 700 pabrik yang beroperasi di lahan industri miliknya.
Bagaimana dengan yang lain? Sayang data yang terungkap sangat minim. Tapi, mari lupakan sejenak mengenai hal itu. Coba simak data yang diterbitkan Bank Indonesia pada minggu pertama Februari 2012.
Kala itu, Bank Indonesia melaporkan hasil surveinya tentang lahan industri di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Karawang. Tanpa basa-basi, riset itu memberikan kesimpulan yang sangat jelas: tingkat permintaan lahan industri tinggi, terutama yang berasal dari industri otomotif.
Dari survei yang sama, terungkap pula fakta bahwa sepanjang tahun 2011 tidak ada penambahan lahan industri yang signifikan. Baik di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Karawang, total luas lahan industri yang tersedia hanya 6.504 hektar. Sementara, di satu sisi, permintaan terus memperlihatkan grafik yang meningkat.
Alhasil, harga jual lahan industri pun merangsek naik menjadi Rp 1,28 juta per meter. Angka tersebut setara dengan kenaikan sebesar 15,93 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Paralel dengan kondisi tersebut, tarif sewa lahan pun seolah tak mau tinggal diam, meningkat menjadi Rp 36.852 per meter per bulan.
Bercermin dari data tersebut, tak perlu perhitungan yang rumit untuk menyatakan bahwa pebisnis lahan industri di Jawa Barat sedang berada di zona “emas”. Soalnya, dari hasil sewa lahan saja, fulus dipastikan mengalir cukup deras. Apalagi kalau strategi yang ditempuh adalah menjual lahan.
Lihatlah kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk. Induk usaha Surya Cipta Swadaya yang mengoperasikan kawasan industri Surya Cipta City of Industry ini, sukses membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 183 miliar sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2011.
Jumlah laba bersih tersebut setara dengan kenaikan 336 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 42 miliar.
Adapun pendapatannya, sudah pasti naik. Buktinya, pada kurun waktu yang sama, pendapatan konsolidasi perseroan menjadi Rp 2,17 triliun alias naik 84 persen ketimbang tahun sebelumnya. Nah, dari jumlah tersebut, divisi properti memberikan andil sebesar 33 persen (Rp 722 miliar). Dalam struktur bangun organisasi Surya Semesta Internusa, divisi propertilah yang berperan utama menjual kawasan industri.
Menurut Johannes Suriadjadja, Direktur Utama Surya Semesta Internusa, selama sembilan bulan pertama 2011, penjualan lahan industri pihaknya melonjak 517 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi yang kurang lebih sama juga dialami oleh Jababeka. Sampai Juni 2011, Kawasan Industri Jababeka telah berhasil menjual 37 hektar lahannya dari target penjualan sebanyak 45 hektar selama tahun lalu. Itu juga berarti sama dengan 75 persen target telah berhasil dicapai dalam tempo separuh perjalanan.
Lippo Cikarang setali tiga uang. Berkat penjualan tanah industri dan komersialnya yang sebesar Rp 598,62 miliar, pendapatannya pun terdorong naik menjadi Rp 902,46 miliar setahun lalu. Setelah dikurangi biaya dan lain-lain, Lippo Cikarang bisa meraup laba bersih sebanyak Rp 257,68 miliar di tahun 2011.
Kelak, pada tahun depan, duit yang masuk ke kocek masing-masing pebisnis lahan industri diperkirakan bakal semakin bertambah. Hal ini tak lepas dari proyeksi yang dilontarkan oleh Kementerian Perindustrian, beberapa waktu lalu.
Katanya, penjualan lahan di kawasan industri di seluruh Indonesia pada tahun ini bisa mencapai 1.500 hektar alias naik 50 persen dari realisasi tahun 2011. Salah satu pemicunya adalah penerbitan UU Pengadaan Lahan yang diluncurkan pada pertengahan Desember 2011 yang memberikan kemudahan prosedur pembelian tanah untuk industri.
Jadi, tak perlu heran, bila 64 kawasan industri yang beroperasi di Indonesia saat ini, sedang berusaha “mempercantik dirinya” masing-masing untuk merebut hati para pelanggannya. Tak terkecuali Jababeka yang dikenal sebagai kawasan industri terbesar di Indonesia, sampai sejauh ini. (BB/dbs/Christov)